http://cdn.radionetherlands.nl |
Inovasi merupakan topik dengan cakupan yang luas dan diterapkan diberbagai aspek seperti pemasaran, keperilakuan organisasional, manajemen mutu, manajemen operasi, manajemen teknologi, pengembangan produk, dan manajemen strategi. Inovasi merupakan isu paling penting dalam bisnis karena mampu mengubah situasi pasar dengan mengurangi kemampuan pelaku pasar besar dan mendorong pelaku luar menempati posisi yang tinggi. Tanpa inovasi, pemain pasar dapat kehilangan posisinya dan akan sulit untuk membangun kembali kinerjanya dalam industri (Hauser et al., 2005). Inovasi merupakan proses yang dinamis dalam sebuah organisasi. Penerimaan sebuah inovasi bukan merupakan sesuatu yang mutlak. Inovasi akan diterima apabila dirasakan memiliki manfaat atau memberikan sesuatu yang dipandang menguntungkan bagi masyarakat (organisasi). Sebaliknya, bisa saja suatu waktu inovasi ditolak oleh masyarakat (organisasi) jika dipandang sulit diterapkan dan atau dinilai tidak menguntungkan (Hakim, 2008).
Arti penting inovasi juga ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh American Managemen Association (Jamroq, 2006). Penelitian tersebut melibatkan 1396 eksekutif dari sejumlah perusahaan besar. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa lebih dari 90 persen responden menganggap inovasi penting dan bahkan sangat penting untuk daya tahan perusahaan dalam jangka panjang.
Pengertian Inovasi
Pada kenyataannya pengertian inovasi sangat beragam dan tidak statis. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi juga mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Schumpeter merupakan ilmuwan yang pertama kali mengemukakan arti inovasi. Menurut Mardikanto (1988) pengertian inovasi dapat semakin diperluas yaitu sebagai sesuatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan.
Rogers (1983) mengartikan inovasi sebagai ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Sedang Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekadar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Read (2000) menyatakan bahwa inovasi adalah proses penciptaan yang dinamik dan iteratif atau memodifikasi ide dan mengembangkan untuk menghasilkan produk, proses, struktur atau kebijakan yang baru bagi organisasi. Robertson (2002) menambahkan bahwa inovasi merupakan dasar bagi perubahan budaya yang didefinisikan sebagai pemikiran, perilaku atau sesuatu yang baru karena berbeda secara kualitatif dari kondisi sekarang. Rogers (1995), mengatakan bahwa inovasi merupakan ide, perilaku atau barang yang disampaikan lewat saluran komunikasi dan waktu tertentu dan dirasakan baru oleh seseorang dalam sebuah sistem sosial.
Inovasi didefinisikan Canton (2009) sebagai sintesis gagasan, produk, atau proses yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai pemacu daya saing bangsa, wilayah, industri, organisasi, individu, atau gabungan dari kategori-kategori ini. Lebih lanjut menurutnya inovasi menciptakan nilai baru—pertumbuhan, solusi, laba, peningkatan market share dan hasil investasi.
Beberapa pengertian tentang inovasi tersebut memberi pemahaman bahwa inovasi merupakan aktivitas yang tidak terbatas pada sesuatu yang berwujud saja akan tetapi inovasi juga berkaitan erat dengan pola pikir (mindset). Bahkan dalam banyak hal pola pikir menjadi salah satu pintu masuk utama untuk melakukan inovasi. Pola pikir diperlukan dalam menjalankan sebuah inovasi karena inovasi memberikan kebaruan. Kebaruan-kebaruan yang dibawa inovasi ini pada gilirannya mensyaratkan adanya keterbukaan atas pola pikir. Pola pikir tradisional yang cenderung berparadigma status quo berpotensi menjadi hambatan bagi inovasi yang juga berpotensi mendorong adanya perubahan dari pola pikir tradisional menuju pola pikir yang modern dan terbuka.
Proses Pembangunan Inovasi
Proses pembangunan inovasi diartikan sebagai keseluruhan keputusan, kegiatan, dan dampaknya yang terjadi dari pengenalan sebuah kebutuhan atau masalah, melalui penelitian, pembangunan, dan komersialisasi sebuah inovasi, melalui difusi dan adopsi inovasi oleh pengguna beserta dengan konsekuensinya (Rogers, 1983:135).
Drucker (1993) memaparkan bahwa perlu adanya kedisiplinan dalam upaya mencapai inovasi. Kedisiplinan tersebut diperlukan karena inovasi merupakan sebuah capaian dari analisis, sistem, serta kerja keras. Ada lima prinsip dasar inovasi yang setidaknya bisa menjadi acuan kedisiplinan tersebut (Drucker, 1993), yaitu (1) purposeful, bahwa inovasi yang sistematis dimulai melalui analisis peluang; (2) conceptual dan perceptual, yaitu inovasi seyogyanya memiliki konsep yang jelas serta dapat diaplikasikan; (3) efektif, sederhana, dan fokus; (4) kecil (small), bahwa inovasi akan lebih baik jika dimulai dari hal yang kecil, baik dalam skala pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, kebutuhan modal, maupun skala pasarnya; (5) kepemimpinan (leadership), yaitu inovasi akan dapat dicapai bila ada kepemimpinan yang menunjangnya.
Proses Pengambilan Keputusan Inovasi
Menurut Rogers (1995) ada beberapa tahapan yang dilalui dalam proses pengambilan keputusan inovasi, yaitu (1) proses pengenalan, dimana seseorang mulai memahami dan mengerti inovasi yang akan ditawarkan; (2) proses persuasi, dimana seseorang sudah memasuki tahap pembentukan sikap mengenai inovasi; (3) proses keputusan, dimana seseorang terlibat dalam berbagai kegiatan yang akan mengarah pada penerimaan atau penolakan inovasi; (4) konfirmasi, yaitu tahapan penguatan apakah inovasi ditolak atau diterima.
Proses tersebut diistilahkan oleh Rogers (1995) sebagai difusi inovasi (diffusion of innovations) yang berarti penyebaran inovasi dari sumber penemuan ke pengguna atau pengadopsi yang paling akhir. Ketika inovasi disebarkan, maka inovasi tersebut akan diadopsi atau ditolak pihak yang diharapkan akan dituju. Oleh karena itu, proses adopsi berlangsung melalui serangkaian keputuasan yang diambil oleh individu atau organisasi terhadap sesuatu yang baru. Dalam proses tersebut, baik individu maupun organisasi sebagai pengambil keputusan akan memulai proses keputusan ini (the innovation-decision process) dari: (1) keputusan untuk mempelajari suatu inovasi dan memahami fungsinya (knowledge of innovation); (2) keputusan untuk membentuk sikap terhadap inovasi seperti senang atau tidak senang (persuasion), kemudian; (3) memutuskan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi (decision); (4) apabila seorang memutuskan untuk mengadopsi, maka ia akan melangkah lebih lanjut untuk mengimplementasikan inovasi tersebut (implementation); dan (5) mengkonfirmasikan keputusan tersebut dengan mencari informasi yang dapat menguatkan proses keputusan ini (Rogers, 1995). Kecepatan penyebaran inovasi menurut Shoemaker (dalam Hakim, 2008) dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu (1) keuntungan relatif (relative advantage); (2) kecocokan (compatibility) dengan tata nilai atau pengalaman; (3) kerumitan (complexity) sebuah inovasi; (4) kemudahan untuk mencoba (triability) untuk mencoba dalam skala terbatas; dan (5) cepat atau tidaknya hasil inovasi dapat dilihat atau dibuktikan (observability).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar