Produk lokal masih tetap bisa diandalkan. Asal didukung desain yang tepat, buatan Cibaduyut pun tidak kalah bersaing dengan produk impor. Hal itu bisa dibuktikan Inten Wulansari (25) dan Rina Rosliana (26) melalui produk sepatu mereka iShoes.
Sepatu yang aslinya memang buatan Cibaduyut ini, bisa diterima anak muda kalangan menengah atas. Dituturkan Inten, dia merintis iShoes saat masih kuliah di Universitas Parahyangan.
"Saat itu ada teman yang punya bengkel sepatu. Lalu saya pun coba tawar-tawarkan sama temen-temen," ujar mojang Bandung yang berkerudung ini.
Berkat promosi dari mulut ke mulut usaha pembuatan sepatu Inten cukup laris manis. Teman-temannya tinggal memesan sepatu yang diinginkan dengan berbagai alternatif bahan.
"Pokoknya saat itu mobil saya penuh dengan pesanan sepatu," cerita Intan antusias.
Inten saat itu masih belum memberikan merek untuk model sepatunya. Harga yang dia patok pun masih sekitar di bawah Rp 100 ribu. Selepas lulus, Inten tidak langsung bekerja dan mulai merencanakan untuk menseriuskan usaha sepatunya di tahun 2008.
Saat itulah Rina bergabung dan mereka mendirikan iShoes. Outlet pertama iShoes dibuka di Chill out Jalan Sukajadi. Dengan memperkerjakakan dua perajin dari Cibaduyut, iShoes mampu memproduksi 100 buah sepatu dengan jumlah model rata-rata 10-15 model.
"Sepatu ini memang buatan Cibaduyut dengan semua bahan baku berasal dari Cibaduyut," tutur Inten.
Antusiasme konsumen terhadap sepatu buatan Cibaduyut ini cukup baik. Dalam satu bulan omset yang didapatkan berkisar antara Rp 7 juta-Rp 10 juta. Meski sudah cukup punya langganan, baik Inten maupun Rina masih enggan untuk sepenuhnya menggantungkan pendapatan dari usaha ini.
Di samping mengelola iShoes, mereka masih bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta. Selama kurang dari satu bulan ini, outlet iShoes pindah ke Jalan Bahureksa No 1. Satu toko dengan The Plava yang menyediakan fashion untuk wanita dan aksesorisnya.
(ema/avi)
Sepatu yang aslinya memang buatan Cibaduyut ini, bisa diterima anak muda kalangan menengah atas. Dituturkan Inten, dia merintis iShoes saat masih kuliah di Universitas Parahyangan.
"Saat itu ada teman yang punya bengkel sepatu. Lalu saya pun coba tawar-tawarkan sama temen-temen," ujar mojang Bandung yang berkerudung ini.
Berkat promosi dari mulut ke mulut usaha pembuatan sepatu Inten cukup laris manis. Teman-temannya tinggal memesan sepatu yang diinginkan dengan berbagai alternatif bahan.
"Pokoknya saat itu mobil saya penuh dengan pesanan sepatu," cerita Intan antusias.
Inten saat itu masih belum memberikan merek untuk model sepatunya. Harga yang dia patok pun masih sekitar di bawah Rp 100 ribu. Selepas lulus, Inten tidak langsung bekerja dan mulai merencanakan untuk menseriuskan usaha sepatunya di tahun 2008.
Saat itulah Rina bergabung dan mereka mendirikan iShoes. Outlet pertama iShoes dibuka di Chill out Jalan Sukajadi. Dengan memperkerjakakan dua perajin dari Cibaduyut, iShoes mampu memproduksi 100 buah sepatu dengan jumlah model rata-rata 10-15 model.
"Sepatu ini memang buatan Cibaduyut dengan semua bahan baku berasal dari Cibaduyut," tutur Inten.
Antusiasme konsumen terhadap sepatu buatan Cibaduyut ini cukup baik. Dalam satu bulan omset yang didapatkan berkisar antara Rp 7 juta-Rp 10 juta. Meski sudah cukup punya langganan, baik Inten maupun Rina masih enggan untuk sepenuhnya menggantungkan pendapatan dari usaha ini.
Di samping mengelola iShoes, mereka masih bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta. Selama kurang dari satu bulan ini, outlet iShoes pindah ke Jalan Bahureksa No 1. Satu toko dengan The Plava yang menyediakan fashion untuk wanita dan aksesorisnya.
(ema/avi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar