Koperasi, Soko Guru Ekonomi


Keberadaan koperasi di Indonesia telah diakui dalam UUD 1945, yaitu dalam pasal 33 ayat 1, dimana disebutkan bahwa ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dan tidak hanya diakui keberadaannya bahkan koperasi telah dijadikan sebagai model ideal susunan perekonomian di Indonesia. Koperasi selama ini juga dianggap sebagai representasi ekonomi kerakyatan. Akan tetapi pada kenyataannya perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang surut. Dimana peran-peran koperasi sebagai salah satu penggerak ekonomi seakan selalu diabaikan. Posisi dan peran koperasi selalu dikalahkan oleh BUMN maupun usaha-usaha besar yang digerakkan oleh para konglomerat. Lebih lanjut koperasi selalu diidentikkan dengan ekonomi marjinal maupun sektor yang tidak profesional. Pergerakan koperasi seakan lari ditempat dan tidak pernah mampu untuk bersaing dengan pelaku-pelaku ekonomi yang lain.
Pada sisi lain harus diakui bahwa koperasi merupakan sektor yang mampu menjadi katup pengaman ketika perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan. Elastisitas koperasi dalam menghadapi perubahan perekonomian menjadi faktor kunci daya survival koperasi. Daya survival inilah yang kemudian membawa koperasi sebagai sektor yang berperan dalam menggerakkan ekonomi ketika krisis ekonomi melanda Indonesia. Sehingga meskipun dikatakan bahwa koperasi hanya memiliki skala usaha yang kecil tetap saja peran koperasi dalam perekonomian di Indonesia tidak bisa diabaikan. Dan terbukti pertumbuhan koperasi dari tahun ke tahun terlihat menunjukkan kenaikan.
Jawa Timur sendiri merupakan salah satu propinsi yang paling banyak memiliki koperasi. Dimana data dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa pada tahun 2005 jumlah koperasi di Jawa Timur menempati urutan kedua, setelah Jawa Barat, yaitu sejumlah 17.175 unit dengan jumlah yang aktif mencapai 12.282 unit. Sementara data dari Dinas Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Jawa Timur menunjukkan bahwa hingga tahun 2006 jumlah koperasi di Jawa Timur telah mencapai 17.537 unit dengan jumlah koperasi yang aktif sebesar 12.691 unit. Anggota koperasinya sendiri telah mencapai 4.822.040 orang. Sedangkan dari permodalannya jumlah modal yang berasal dari koperasi sendiri senilai Rp 3,7 trilyun dan yang berasal dari luar senilai Rp 4,7 trilyun (Kompas, 13 Maret 2007). Data dari Kementerian Koperasi dan UKM juga menunjukkan bahwa dari tahun 2004 hingga tahun 2005, penyerapan tenaga kerja koperasi di Jawa Timur mengalami kenaikan sebesar 15,94 persen, yaitu dari 44.387 orang pada tahun 2004 menjadi 51.462 orang pada tahun 2005. Dari data yang tersaji mengindikasikan betapa koperasi menjadi potensi yang berharga bagi Jawa Timur. Data-data tersebut juga menginformasikan bahwa perkembangan koperasi di Jawa Timur tidak bisa diremehkan. Artinya, dengan perkembangan koperasi yang cukup positif di Jawa Timur maka bisa diartikan bahwa koperasi memiliki peranan yang cukup signifikan dalam menopang perekonomian di Jawa Timur.
Dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi dan persaingan global juga menjamah pada wilayah lokal maka tidak mengherankan bila perusahaan-perusahaan besar utamanya lebih memilih lulusan-lulusan perguruan tinggi dibandingkan lulusan SLTA apalagi SLTP dalam memperkuat SDM-nya. Lain halnya dengan koperasi, dimana koperasi seringkali lebih fleksibel dalam melihat tingkat pendidikan sebagai dasar penguatan SDM. Koperasi bergerak layaknya usaha kecil menengah, dimana dalam menjalankan usahanya lebih mengandalkan pada pola kekeluargaan dan kepercayaan. Sehingga koperasi sendiri pun lebih banyak digerakkan dengan sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan yang terbatas. Tidak mengherankan bila koperasi, seperti halnya UMKM, berpotensi menjadi kantong-kantong penyerapan pengangguran, dalam hal ini di Jawa Timur. Bagaimana tidak, data Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur pada tahun 2005 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Jawa Timur didominasi oleh kalangan yang berpendidikan SLTA, yaitu sebesar 638.639. Sementara untuk kalangan berpendidikan tingkat sarjana “hanya” sebesar 77.050. Data ini juga bisa dijadikan indikasi awal bahwa kalangan berpendidikan SLTA telah kalah bersaing dalam dunia kerja dengan kalangan yang berpendidikan sarjana atau akademi. Sehingga jelas bahwa dengan didominasi oleh pengangguran berpendidikan SLTA maka koperasi di Jawa Timur harus mampu menjadi alternatif dunia kerja yang bisa mendorong roda perekonomian di Jawa Timur. Apalagi saat ini biaya pendidikan semakin mahal dan diyakini banyak kalangan masyarakat yang tidak mampu membiayai anak-anaknya untuk masuk ke perguruan tinggi. Dan ujung-ujungnya angkatan kerja akan didominasi oleh lulusan SLTA.
Untuk menjadikan koperasi sebagai alternatif dunia kerja yang strategis tentu diperlukan koperasi yang berkualitas. Artinya, koperasi harus bisa mereformasi dirinya menjadi koperasi yang bukan sekedar berdiri semata. Akan tetapi koperasi tersebut harus bisa mendobrak hambatan-hambatan ataupun permasalahan-permasalahan yang selama ini selalu menjadi benalu dalam perkembangan koperasi. Persoalan kelembagaan koperasi, baik itu persoalan permodalan, kepengurusan maupun persoalan keanggotaan merupakan salah satu persoalan yang menjadi perhatian utama dalam upaya mereformasi koperasi yang berdaya guna. Selain itu, koperasi sudah seharusnya meninggalkan pola ketergantungannya pada pemerintah. Kebutuhan koperasi saat ini bukan lagi bantun-bantuan program dengan dana yang melimpah yang seringkali justru terbuang sia-sia. Perhatian “berlebih” yang selama ini diberikan pemerintah kepada koperasi bisa dikatakan ikut menjadikan koperasi terlena dengan kondisi yang ada. Koperasi saat ini justru lebih membutuhkan kebijakan yang mendukung ruang gerak koperasi itu sendiri dalam upaya mendorong dan meningkatkan kemandirian, profesionalitas dan juga daya saingnya.
Kemandirian koperasi pada gilirannya menjadi sebuah keharusan untuk mewujudkan peran koperasi sebagai soko guru ekonomi. Pengelolaan koperasi yang bertumpu pada kemandirian anggota menjadi akan menjadi pondasi bagi upaya memberdayakan kembali ekonomi para anggotanya. Pada titik inilah koperasi diharapkan dapat berperan dalam menggerakkan ekonomi masyarakat serta daerah sekitarnya. Dan jika hal tersebut dapat dilaksanakan di setiap daerah maka bukan mustahil bila kemudian koperasi akan mampu menjadi penyangga ekonomi nasional melalalui aktivitas ekonomi di daerah-daerah.


dimuat di surabaya post (23/7/08)


Tidak ada komentar: