Tampilkan postingan dengan label Coretan Ringan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Coretan Ringan. Tampilkan semua postingan

Rebranding


Merek (brand) memiliki peran strategis bagi produk agar dikenal luas oleh masyarakat konsumen. Merek layaknya nama yang dipunyai oleh manusia. Meski Shakespeare pernah berujar “Apa arti sebuah nama” namun nama memberikan identitas tersendiri bagi sebuah benda. Nama yang mewujud dalam sebuah bentuk merek menjadi ujung tombak bagi produk dalam memperkenalkan diri kepada konsumennya. Kesadaran konsumen terhadap suatu produk seringkali diawali terhadap kesadaran konsumen terhadap merek produk tersebut. Adanya merek menjadikan produk menjadi hidup.
Aaker dalam bukunya yang berjudul Managing Brand Equity Capitalizing on The Value of a Brand Name mendefinisikan merek sebagai nama dan / atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakan dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor. Inti dari definisi merek dari Aaker tersebut adalah merek merupakan pembeda sebuah produk. Pembeda tersebut yang kemudian dapat dijadikan stimulan tumbuhnya loyalitas dari konsumen. Dengan menggunakan merek tertentu yang memiliki pembeda tertentu pula konsumen merasa berbeda dengan konsumen lain yang tidak mengggunakan merek tertentu tersebut. Sekali lagi, merek adalah sebuah identitas, baik bagi produk maupun bagi konsumen.

Masyarakat Virtual


http://www.mywebsearchonline.com

Dalam bukunya yang sangat fenomenal dan klasik, yakni The Third Wave (Gelombang Ketiga), futurolog Alvin Toffler mengemukakan adanya tiga tahapan perkembangan peradaban manusia. Ketiga tahapan tersebut meliputi: Era Pertanian sebagai Gelombang Pertama, Era Industri sebagai Gelombang Kedua, serta Era Informasi sebagai Gelombang Ketiga. Hampir tiga dekade belakangan ini, yakni sejak Bill Gates memperkenalkan Microsoft kepada dunia, peradaban manusia telah memasuki apa yang disebut Alvin Toffler sebagai Gelombang Ketiga. Prasyarat-prasyarat untuk memasuki Gelombang Ketiga tersebut telah cukup memadai untuk menjadikan masyarakat dunia memasuki Era Informasi. Perkembangan teknologi dan informasi dalam beberapa tahun belakangan ini meluncur dengan begitu deras bak air bah.
Salah satu medium teknologi informasi yang perkembangannya sangat bombastis adalah internet. Berbagai piranti, baik piranti lunak (software) maupun piranti keras (hardware), telah bermunculan untuk menopang kemajuan internet agar lebih memudahkan masyarakat dalam mengakses internet. Hal terbukti dengan semakin membengkaknya pengguna internet dalam skala lokal, nasional, maupun global. Bahkan keberadaan internet pada gilirannya telah merubah budaya, kebiasaan, maupun pola hidup manusia. Perubahan pola interaksi masyarakat menjadi salah satu contoh betapa internet telah berperan bagi masyarakat ataupun individu dalam memaknai arti interaksi. Kemampuan internet menghadirkan teknologi yang memungkinkan individu untuk saling bertatap muka dengan individu lain tanpa harus bertemu secara fisik telah memberikan cara pandang baru bagi masyarakat serta individu dalam berinteraksi, termasuk dalam berbisnis.

Memahami Inovasi

http://cdn.radionetherlands.nl
Dewasa ini inovasi menjadi sesuatu yang selalu dikedepankan dalam upaya mencapai daya saing yang kompetitif. Begitu pentingnya inovasi hingga memunculkan adigium “inovasi atau mati.” Adigium “inovasi atau mati” seolah memberikan pesan bahwa organisasi jika tidak melakukan inovasi akan terlindas oleh organisasi lain dan secara perlahan akan terpuruk menuju kematian organisasi.
Inovasi merupakan topik dengan cakupan yang luas dan diterapkan diberbagai aspek seperti pemasaran, keperilakuan organisasional, manajemen mutu, manajemen operasi, manajemen teknologi, pengembangan produk, dan manajemen strategi. Inovasi merupakan isu paling penting dalam bisnis karena mampu mengubah situasi pasar dengan mengurangi kemampuan pelaku pasar besar dan mendorong pelaku luar menempati posisi yang tinggi. Tanpa inovasi, pemain pasar dapat kehilangan posisinya dan akan sulit untuk membangun kembali kinerjanya dalam industri (Hauser et al., 2005). Inovasi merupakan proses yang dinamis dalam sebuah organisasi. Penerimaan sebuah inovasi bukan merupakan sesuatu yang mutlak. Inovasi akan diterima apabila dirasakan memiliki manfaat atau memberikan sesuatu yang dipandang menguntungkan bagi masyarakat (organisasi). Sebaliknya, bisa saja suatu waktu inovasi ditolak oleh masyarakat (organisasi) jika dipandang sulit diterapkan dan atau dinilai tidak menguntungkan (Hakim, 2008).

MEMEREKKAN KOTA

Pembangunan kota dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari karakteristik kota itu sendiri. Pembangunan kota yang mendasarkan pada karakteristik dasarnya sama halnya membangun kota dengan potensi-potensi yang dimiliki kota tersebut. Karakteristik kota maupun potensi-potensi yang dimilikinya pada akhirnya akan menjadi identitas tersendiri bagi pembangunan kota.
Richard Florida, seorang ahli tata kota, dalam bukunya yang berjudul Cities and the Creative Class menceritakan bagaimana proses dirinya ketika dipercaya untuk membangun kembali Kota New York yang “luluh lantak” pasca peristiwa penghancuran Gedung WTC, biasa dikenal sebagai tragedi 9/11. Sebelum memaparkan konsep pembangunan kembali New York, Florida melakukan penelitian terlebih dahulu terkait dengan karakteristik-karakteristik maupun potensi-potensi yang dimiliki oleh New York. Tidak sekedar meneliti karakateristik dan potensi yang dimiliki oleh New York akan tetapi Florida juga membandingkan tingkat keunggulan karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh New York dibandingkan kota-kota lainnya di Amerika Serikat. Tentu dengan melakukan kegiatan tersebut Florida berharap akan menemukan karakter dan potensi unik yang dimiliki oleh Kota New York. Dari basis keunikan karakteristik dan potensi itulah kemudian New York dibangun kembali.

WOM Dalam Retweet

Sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 2006 oleh Jack Dorsey, Biz Stone, dan Evan Williams    perkembangan mikroblogging Twitter berlari dengan sangat cepat. Hingga bulan September 2011 pengguna Twitter telah tercatat sebanyak 200 juta dengan jumlah tweet sebanyak 230 juta tweet per hari. Hitungan yang lebih detail lagi menunjukkan bahwa jumlah tweet dalam per detik sebanyak 8.900 tweet. Cukup fantastis. Catatan tersebut memberikan gambaran betapa aktifnya para pengguna twitter dalam berkicau. Kicauan tweep sendiri sangat beragam, mulai dari membicarakan kegiatan mereka hingga menginformasikan sesuatu kepada penghuni Twitter. Informasi pun seolah begitu meruah di dunia Twitter.
Ada banyak fitur yang disediakan oleh Twitter yang menjadikan penggunanya terpicu untuk aktif berkicau. Salah satu fitur yang terdapat di dalam Twitter adalah apa yang disebut dengan ReTweet. ReTweet adalah pengulangan sebuah tweet yang dilakukan oleh pengguna Twitter agar tweet tersebut dapat dibaca oleh pengikutnya (follower). Tidak jarang informasi yang diperoleh dari hasil ReTweet pengguna Twitter yang diikuti (following) kemudian di Retweet kembali. Singkatnya, ReTweet yang di-ReTweet. Pengguna Twitter yang tidak mem-follow pengguna Twitter yang berkicau pun dapat membaca kicauan tersebut karena adanya ReTweet ini.

Google+ dan Perkembangan Media Pemasaran

Pada awalnya hanyalah sekedar rumor belaka. Pada akhirnya rumor itu membuncah menjadi Google+. Itulah produk mutakhir yang dirilis oleh raksasa Google yang berwujud jejaring sosial. Bisa jadi Google+ merupakan respon atas menjamurnya situs jejaring sosial yang saat ini sedang digilai oleh para netizen. Di lain pihak, bisa jadi penciptaan Google+ adalah ujung pencarian Google dalam mendesain jejaring sosial yang komplet setelah kegagalan mereka memasarkan Google Wave. Google Wave merupakan produk pertama Google yang berorientasi pada jejaring sosial. Sayangnya Google Wave hanya memiliki greget di awal namun kemudian lesu dan tidak diminati para pemilik akun email Google. Bahkan terkesan Google Wave hanya sekedar produk coba-coba (trial and error) Google sehingga cukup wajar jika masih kalah jauh dengan Facebook kepunyaan Mark Zuckerberg. Seperti halnya produk-produk Google yang lain, sebagai perkenalan awal produk Google+ ini hanya bisa diakses oleh orang-orang yang diundang saja.

Urgensi SNI bagi Pengembangan UMKM

Setelah mewajibkan 68 produk untuk memenuhi Standar Nasional Industri (SNI), kali ini Kementerian Perindustrian berencana menerapkan terhadap 21 produk pada tahun 2011 hingga 2012. Salah satu harapan Kementerian Perindustrian dengan adanya penerapan SNI pada 21 produk tersebut adalah konsumen tidak lagi dirugikan oleh produk-produk yang tidak layak digunakan karena dianggap belum memenuhi SNI. Sayangnya, rencana tersebut ditolak oleh beberapa pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memproduksi produk-produk yang termasuk dalam kategori 21 produk wajib SNI. Beragam alasan diungkapkan oleh pelaku UMKM terkait dengan penolakan mereka atas rencana Kementerian Perindustrian untuk mewajibkan 21 produk memenuhi SNI. Beberapa alasan utama yang dikemukakan oleh pelaku UMKM terhadap penerapan SNI pada dasarnya tidak jauh dari permasalahan utama yang selama ini menjerat sektor UMKM. Persoalan permodalan, inovasi, maupun birokrasi merupakan beberapa alasan yang menjadi dasar penolakan pelaku UMKM untuk menerapkan SNI pada produk-produk mereka.

UMKM, Internet, dan Media Pemasaran

http://sovira12.files.wordpress.com
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) selalu digadang-gadang sebagai usaha yang mampu menopang tumbuhnya perekonomian wilayah. Hal tersebut tidak lepas dari karakteristik UMKM sendiri yang tidak terlalu memerlukan modal besar serta ketrampilan yang memadai sehingga bisa dilakukan oleh siapa saja. Karakteristik tersebut menjadikan UMKM berpotensi menggerakkan berbagai jenis kegiatan ekonomi dalam skala luas karena setiap individu atau kelompok memiliki potensi mampu melakukannya.
Namun pada kenyataannya untuk bisa menjalankan sebuah UMKM tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada beberapa rintangan yang kemudian menjadi “bahaya laten” bagi banyak pelaku UMKM. Salah satu “bahaya laten”  yang selama ini seolah tidak pernah terpecahkan adalah persoalan pemasaran. Pelaku UMKM tidak sedikit yang selalu saja kesulitan jika terbentur dengan pemasaran. Peran pemerintah dalam memediasi persoalan pemasaran, baik melalui pameran dagang maupun kunjungan dagang ke berbagai negara, tetap saja belum memberikan solusi yang tepat. Di pihak lain, lemahnya jaringan yang dimiliki oleh para pelaku UMKM juga semakin menjadikan persoalan pemasaran tidak terselesaikan.
Sejak ditemukannya internet sebagai bagian dari perkembangan teknologi informasi maka interaksi antar berbagai pihak juga semakin mudah. Internet telah mampu menjadikan dirinya sebagai media penghubung antar masyarakat tanpa harus bertemu langsung dengan tidak mengurangi nilai-nilai interaktif sebagaimana tatap muka langsung. Persebaran informasi pun tidak bisa dielakkan lagi. Persoalan geografis yang selama menjadi salah satu persoalan dalam persebaran informasi dan interaksi tidak lagi menjadi halangan berarti.

Problematika Inovasi UMKM

Inovasi merupakan hal yang krusial bagi keberadaan dan keberlangsungan UMKM. Inovasi   menjadi pijakan bagi UMKM untuk dapat mencapai tingkat daya saing yang kompetitif. Daya saing di dalam banyak literatur dan juga dalam prakteknya sedikit banyak akan ditentukan dengan seberapa besar inovasi yang telah dilakukan. Tingkat inovasi memiliki korelasi yang kuat dengan efisiensi dan ujung-ujungnya terhadap harga jual. Inovasi juga berkaitan erat dengan kemampuan produsen (UMKM) dalam menciptakan produk-produk yang berbeda serta unik. Kedua hal tersebut, baik harga maupun keunikan produk, menurut Michael Porter dianggap sebagai faktor utama yang mampu mendongkrak daya saing industri, dalam hal ini UMKM.

Iklan dan Kesadaran Merek


Salah satu media yang dianggap efektif untuk mempromosikan sebuah produk adalah iklan. Philip Kotler mendefinisikan iklan sebagai segala bentuk penyajian dan promosi ide, barang, atau jasa. Beriklan seakan menjadi sebuah kewajiban bagi produsen agar produknya dikenal oleh konsumen. Menurut Philip Kotler ada tiga kategori iklan yang itu menyesuaikan dengan tujuan sebuah iklan dibuat, yakni:
  1. Periklanan informatif, diadakan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk, tujuannya adalah membentuk permintaan pertama.
  2. Periklanan persuasif, diadakan dalam tahap persaingan, tujuannya adalah membentuk permintaan selektif atas suatu merek tertentu.
  3. Periklanan pengingat, diadakan oleh produk-produk yang sudah mapan.


Inovasi dan Loyalitas Merek

www.sxc.hu

Perkembangan teknologi informasi dalam satu dekade belakang ini benar-benar luar biasa. Bisa jadi tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh siapapun bahwa perkembangan teknologi informasi akan berkembang secepat saat ini. Bahkan kecepatannya perkembangannya, meminjam istilah kecepatan pesawat terbang, seolah melebihi kecepatan suara. Internet, komputer, maupun handphone adalah salah satu derivasi teknologi informasi yang perkembangannya mengalami percepatan yang sangat pesat. Konsep daya saing berbasis pada continuous improvement telah berjalan dengan sangat ekseleratif. Hal tersebut menunjukkan bahwa inovasi mampu diterapkan secara optimal. Dampak dari dinamisnya inovasi dalam teknologi tersebut menjadikan produk-produk tersebut daur hidupnya berjalan dengan sangat cepat dan singkat. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap beberapa bulan sekali, dan bahkan tiap satu bulan, bermunculan inovasi-inovasi baru dalam produk-produk teknologi informasi tersebut. Pada perkembangannya inovasi-inovasi tersebut berpotensi “mengancam” konsep loyalitas merek pada konsumen.

Mbah Maridjan dan Kekuatan Mereknya

Mbah Maridjan telah gugur dalam tugas mengemban amanah sebagai juru kunci (kuncen) Gunung Merapi. Mbah Maridjan ditemukan meninggal dalam posisi bersujud di salah satu ruang di rumahnya dalam peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010 lalu. Seperti halnya pada letusan Merapi pada tahun 2006 lalu, Mbah Maridjan menolak untuk turun gunung meski kali ini Mbah Maridjan harus menjadi salah satu korban keganasan wedus gembel. Pro dan kontra mengiringi kepergian Mbah Maridjan terkait dengan sikapnya yang keras kepala untuk tetap berdiam di rumahnya meski pihak PVMBG telah menetapkan Merapi dalam status awas. Pihak yang pro menganggap sikap Mbah Maridjan tersebut sebagi wujud kesetiaan pada amanah. Di sisi lain, pihak yang kontra mengganggap sikap Mbah Maridjan untuk bersikeras tinggal merupakan sikap konyol. Tetapi itulah Mbah Maridjan, seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang memaknai amanah sebagai tanggung jawab yang harus dijalankan meski nyawa menjadi “tumbalnya.”

Lebaran dan Perlindungan Konsumen

Lemahnya keawasan masyarakat sebagai konsumen dalam memilih produk yang akan mereka beli tidak jarang dimanfaatkan oleh produsen untuk berlaku curang. Banyak cara yang ditempuh para produsen untuk bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan tersebut. Mulai dari tidak segera ditariknya produk-produk yang cacat maupun yang sudah mulai kadaluarsa hingga tidak memberikan informasi komposisi bahan produknya. Tentu kesemuanya dipraktekkan para produsen dalam rangka menangguk keuntungan yang berlimpah. Dan celakanya perilaku tersebut dipraktekkan dengan mengabaikan hak konsumen yang dalam hal-hal tertentu bahkan hingga membahayakan keselamatan konsumen. Realitas yang seringkali terjadi ini membersitkan sebuah kondisi bahwa hubungan antara produsen dengan konsumen selama ini memang tidak berjalan secara simetris. Selalu saja konsumen menjadi pihak yang tercederai hak-haknya sementara produsen tetap melenggang kangkung dengan keuntungan yang diraihnya. Pada titik ini adigium konsumen adalah raja hanya menjadi lipservice semata bagi produsen untuk mengelabui konsumen. Sebaliknya, produsen justru menjadi layaknya raja yang tidak terbantahkan titahnya (baca tindakannya) dan konsumen menjadi abdi raja yang tidak bisa berbuat apa-apa. Keluhan-keluhan konsumen pun kemudian hanya dianggap angin lalu. Atau kalau tidak begitu, produsen balik menyalahkan konsumen yang dianggapnya tidak awas terhadap produk yang mereka beli.


UKM sebagai Basis Ekonomi Rakyat


UKM Kerajinan Kelapa
Usaha kecil menengah (UKM) dalam lanskap pembangunan ekonomi di Indonesia kerap disebut-sebut sebagai soko gurunya pembangunan ekonomi. Pemahaman ini dilandaskan pada basis UKM sendiri yang memang seringkali bersifat padat karya dan telah menjadi aktivitas yang mengakar di kalangan masyarakat. Singkatnya, UKM merupakan basis aktivitas ekonomi masyarakat, utamanya di kalangan menengah ke bawah.

Keberadaan UKM sebagai basis ekonomi masyarakat tentunya tidak lepas dari sifat dasar UKM sendiri yang tidak memerlukan modal besar dan tingkat pendidikan yang memadai. Cukup dengan modal dan ketrampilan secukupnya, dan ditambah keberanian maka masyarakat sudah bisa menjalankan dan mengelola UKM. Tidak heran bila kemudian UKM cenderung merupakan usaha yang berbasis industri rumah tangga dengan skala usaha yag tidak besar. UKM sendiri pun cenderung telah menjadi sebuah usaha yang berjalan secara turun-temurun dan menjadi sebuah tradisi. Hal inilah yang menjadikan UKM dalam beberapa hal menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang “tahan banting”. Para pelaku UKM dengan segala upaya mempertahankan kegiatan usahanya yang bisa jadi dikarenakan sebagai upaya untuk mempertahankan tradisi keluarga yang telah turun-temurun tersebut, walau dengan menanggung kerugian finansial yang tidak kecil jumlahnya. UKM kemudian telah menjadi urat nadi sebuah eksistensi keluarga dalam relasi sosial. Dan kenyataan bahwa UKM menjadi kegiatan yang konsisten dan tahan banting dapat ditelusuri ketika negara ini mengalami krisis ekonomi yang begitu hebat pada tahun 1997.

Redenominasi dan Uang Gambar Pedang

Di saat masyarakat ramai membicarakan wacana redenominasi saya jadi teringat cerita seorang teman. Teman saya ini adalah seorang lulusan Magister Manajemen yang memutuskan untuk meneruskan usaha almarhum bapaknya sebagai petani tebu. Lahan yang dia sewa untuk menanam tebu mencapai 20 hektar. Sementara pekerja yang membantunya dalam mengelola bisnis tebu ini sekitar 10 orang, bisa bertambah banyak kalau tiba musim panen. Kalau musim panen tiba maka setiap hari dia harus ke kebun untuk mengawasi proses panen tebu tersebut. Menurutnya saat ini susah sekali mencari pekerja untuk panen tebu. Kalau pun ada tidak sedikit dari mereka ini memiliki potensi untuk berbuat curang, misalnya mengambil dan mengumpulkan beberap batang tebu. Oleh karena itu harus tetap diawasi.

Insentif Tukang Potong Rambut pada Pemerintah

Aktivitas potong rambut biasa saya lakukan setidaknya dua bulan sekali. Karena telah lama tinggal di Malang maka saya memiliki langganan tukang potong rambut. Tempatnya tidak jauh dari kontrakan pada waktu saya kuliah dulu. Ruangan tempat potong rambut tidak seperti halnya salon yang menyediakan aneka jasa kecantikan. Tempatnya hanya berukuran sekitar 3x2 m saja. Kursi antriannya pun hanya cukup muat untuk empat sampai lima orang.  Pemilik usaha potong rambut yang sekaligus juga sebagai pemotong rambut ini usia masih muda, mungkin sekitar 35-an tahun.

Wow...Twitter Tembus 20 Miliar Tweet

Hanya dalam waktu lima bulan microblogging Twitter telah mampu mencatatkan pesan (tweet)  hingga 10 milliar, hingga total pesan Twitter telah mencapai 20 miliar. Luar biasa. Sebagai jejaring sosial yang lebih mengedepankan penyajian kata-kata Twitter relatif lebih disukai dibandingkan dengan jejaring sosial yang lain, termasuk Facebook. Twitter layaknya media komunikasi semacam SMS (Short Message Service) yang melekat pada layanan operator telepon seluler. Twitter juga layaknya BBM (Black Berry Messenger) yang tertanam dalam layanan BlackBerry. Hanya saja skala persebaran pesan lebih luas jika dibandingkan dengan layanan-layanan tersebut. Hampir semua public figure, baik skala nasional maupun internasional, telah memiliki akun di Twitter.

Jojo-Shinta dan Word of Mouth

Fenomena lagu Keong Racun yang dipopulerkan lewat video yang diunggah ke situs Youtube dengan penyanyi lipsync Jojo dan Shinta merupakan manifesta sebuah konsep pemasaran yang mutakhir. Melalui video inilah kemudian dua wanita ini menjadi “artis dadakan” yang ramai diperbincangkan di microblog twitter hingga mencapai 1 juta hit, hingga tak heran jika keduanya menjadi trending topic. Beberapa media utama nasional ramai-ramai memberitakan kedua sosok wanita tersebut. Stasiun televisi berebut untuk membuat wawancara eksklusif dengan keduanya. Bahkan salah satu majalaj remaja terkenal pun telah memasang Jojo sebagai model sampul depannya. Tidak hanya kedua “penyanyi”-nya yang menuai ketenaran, lagu Keong Racun yang sebenarnya sudah beredar lama pun mendadak menjadi ikut terkenal. Lagu Keong Racun menjadi lagu favorit di berbagai tempat karaoke, bersaing dengan lagu sejenis berjudul Cinta Satu Malam yang terlebih dahulu moncer. Ketenaran lagu Keong Racun pun pada akhirnya merembet pada sang penciptanya sendiri, Abuy Akur, sosok yang sebelumnya tidak begitu dikenal di blantika musik dangdut. Begitulah efek domino dihasilkan oleh Jojo dan Shinta lewat Youtube maupun, utamanya, Twitter.

Buku


Sejak diketemukannya kertas oleh Ts’ailun pada sekitar tahun 105 Masehi dunia tulis-menulis telah mengalami perkembangan yang cukup maju dan juga ilmu pengetahuan. Perkembangan tersebut semakin melaju dengan diketemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg pada sekitar tahun 1454 Masehi. Buku-buku semakin banyak diproduksi untuk menggantikan gulungan-gulungan. Ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan dengan mudah direproduksi dalam lembaran-lembaran kertas buku. Adanya buku telah membawa ilmu pengetahuan bertebaran di muka bumi. Masyarakat Asia bisa mengetahui ilmu pengetahuan masyarkat Eropa, masyarakat Eropa bisa mengetahui ilmu pengetahuan masyarkat Amerika, begitu juga sebaliknya. Adigium buku adalah jendela dunia pun menjadi tidak terbantahkan.

Intelektual dan Kekuasaan



Sejarah perkembangan suatu bangsa seringkali tidak pernah lepas dari peran masyarakat terdidik. Sebuah masyarakat yang biasa dinamakan sebagai kelompok intelektual. Indonesia sendiri dalam perjalanan sejarahnya tidak lepas dari sepak terjang peran kelompok ini. Kelompok intelektual di Indonesia tidak pernah absen dalam setiap periode perubahan sejarah perkembangan dan pembangunan bangsa. Mulai tahun 1908 hingga 1998 kelompok intelektual telah hadir sebagai kelompok yang berada di garda depan sebuah perubahan bangsa Indonesia. Kelompok ini pulalah yang menjadi pendobrak dalam perubahan metode perjuangan sebuah ide ataupun cita-cita. Perjuangan kemerdekaan melalui perang fisik menjadi sesuatu hal yang “basi” dan dianggap tidak efektif ketika kelompok ini menjadikan diplomasi sebagai alat perjuangan yang mereka anggap lebih ampuh dan tangguh. Dasyatnya kekuatan kelompok intelektual tidak sedikit yang membuat kelompok
status quo (penguasa) menjadikan kelompok intelektual sebagai pihak yang membahayakan kekuasaan. Kekuatan bagi kelompok intelektual tidak lagi dilihat dari kekuatan persenjataan akan tetapi dari kekuatan pemikiran. Pemikiran-pemikiran yang kritis menjadi senjata yang ampuh bagi kelompok intelektual untuk “menyerang” para penguasa yang otoriter. Saking kewalahannya para penguasa dalam mengendalikan kelompok ini mereka hingga harus menggunakan cara-cara yang di luar batas-batas kemanusiaan. Sudah banyak dicatat dalam sejarah bagaimana kelompok intelektual diperlakukan secara tidak manusiawi oleh penguasa yang lalim.