Jojo-Shinta dan Word of Mouth

Fenomena lagu Keong Racun yang dipopulerkan lewat video yang diunggah ke situs Youtube dengan penyanyi lipsync Jojo dan Shinta merupakan manifesta sebuah konsep pemasaran yang mutakhir. Melalui video inilah kemudian dua wanita ini menjadi “artis dadakan” yang ramai diperbincangkan di microblog twitter hingga mencapai 1 juta hit, hingga tak heran jika keduanya menjadi trending topic. Beberapa media utama nasional ramai-ramai memberitakan kedua sosok wanita tersebut. Stasiun televisi berebut untuk membuat wawancara eksklusif dengan keduanya. Bahkan salah satu majalaj remaja terkenal pun telah memasang Jojo sebagai model sampul depannya. Tidak hanya kedua “penyanyi”-nya yang menuai ketenaran, lagu Keong Racun yang sebenarnya sudah beredar lama pun mendadak menjadi ikut terkenal. Lagu Keong Racun menjadi lagu favorit di berbagai tempat karaoke, bersaing dengan lagu sejenis berjudul Cinta Satu Malam yang terlebih dahulu moncer. Ketenaran lagu Keong Racun pun pada akhirnya merembet pada sang penciptanya sendiri, Abuy Akur, sosok yang sebelumnya tidak begitu dikenal di blantika musik dangdut. Begitulah efek domino dihasilkan oleh Jojo dan Shinta lewat Youtube maupun, utamanya, Twitter.


Bila dikaitkan dengan konsep pemasaran maka fenomena ini adalah fenomena word of mouth. Word of mouth adalah konsep pemasaran yang berbasis pada metode penyebaran produk lewat mulut ke mulut. Dalam konsep word of mouth peran opinion leader memiliki posisi yang penting dan strategis. Opinion leader di sini berposisi sebagai pihak yang mampu mempengaruhi sebuah pengambilan keputusan. Opinion leader nampak sebagai pihak yang mempunyai beragam informasi sebagai bahan untuk referensi bagi pihak lain dalam pengambilan keputusan. Posisi opinion leader pun beragam. Tokoh masyarakat, tetangga, teman, saudara, koran, internet, televisi merupakan contoh pihak-pihak yang bisa menjadi opinion leader dalam konsep word of mouth.
Dahulu sebelum masyarakat mengenal teknologi radio, televisi, maupun internet dalam masyarakat Jawa dikenal istilah petan sebagai media informasi. Petan adalah kegiatan mencari kutu yang bersarang di rambut. Kegiatan ini dalam beberapa kasus bahkan melibatkan beberapa orang karena sifatnya berantai. Biasanya kegiatan petan dilakukan di teras rumah dan diikuti oleh beberapa tetangga di sekitar rumah tempat aktifitas petan tersebut. Seringnya kegiatan petan dilakukan oleh ibu-ibu maupun anak gadis. Melalui kegiatan petan ini para ibu dan juga anak gadisnya berbagi informasi. Informasi tentang harga sembako, isu-isu masalah keluarga, hingga informasi tentang masalah “ranjang” menjadi topik-topik yang banyak dibincangkan dalam kegiatan petan. Dalam konteks ini ibu-ibu merupakan opinion leader yang berpotensi bisa mempengaruhi keputusan suami dan secara meluas menjadi referensi bagi masyarakat sekitar. Bahkan tidak jarang keretakan rumah tangga dapat muncul gara-gara aktifitas petan. Informasi dari mulut ke mulut yang disebar lewat petan benar-benar memiliki daya pengaruh yang cukup kuat.
Era teknologi pada gilirannya tidak menjadikan word of mouth menjadi lemah pengaruhnya. Hal tersebut ditandai dengan bergesernya peran opinion leader yang saat ini diperankan oleh media cetak, radio, televisi, maupun internet melalui berita-berita yang mereka muat. Kecepatan informasinya pun tidak kalah dengan ibu-ibu yang bergosip lewat petan. Skala informasinya pun semakin luas, tidak sekedar masalah-masalah seputar rumah tangga maupun masyarakat lokal. Isu nasional, internasional pun dengan cukup mudah disebarkan oleh medi massa tersebut. Media massa telah menjadi salah satu referensi utama bagi masyarakat dalam pengambilam keputusan.
Saat ini internet menjadi salah satu media yang banyak dipakai oleh masyarakat sebagai media informasi dan komunikasi. Sangat wajar jika internet merupakan media yang sangat efektif untuk digunakan sebagai media pemasaran. Telah banyaknya telepon genggam yang memiliki aplikasi untuk akses internet semakin menjadikan internet sebagai sebuah kebutuhan dalam mendukung aktifitas sehari-hari. Email menjadi titik awal bagi masyarakat untuk bisa berbagi informasi melalui dunia maya. Melalui milist masyarakat bisa membangun sebuah forum masyarakat maya untuk bisa saling berbagi informasi.
Dalam perkembangannya, dengan kemunculan jejaring sosial yang diawali oleh kemunculan friendster semakin membawa internet sebagai media yang benar-benar mampu mewadahi karakter masyarakat yang berwatak sosial. Word of mouth yang dimanifestasikan melalui penyampaian informasi dari mulut ke mulut tidak harus dilakukan dengan tatap muka langsung (face to face). Melalui jejaring sosial word of mouth telah bermetamorfosis ke dalam masyarakat digital. Media jejaring sosial yang terwakili oleh friendster, facebook, twitter menjadi opinion leader baru dalam masyarakat yang terintegrasi dalam dunia maya. Efeknya pun tidak kalah dasyat dengan word of mouth yang dipraktekkan dalam dunia nyata. Bahkan skala yang ditimbulkan oleh word of mouth dalam dunia maya lebih luas. Hal tersebut dikarenakan dunia maya adalah dunia tanpa batas. Tidak ada sekat-sekat geografis di dalam dunia maya sehingga seantero penjuru dunia dapat mengakses informasi dari mana pun keberadaan negaranya. Jojo dan Shinta dan juga Ariel, Luna Maya serta Cuta Tari telah merasakan kedasyatan itu meski dengan efek yang berbeda.  
Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/group/marketing/2010/07/31/jojo-shinta-dan-word-of-mouth/
Gambar Jojo dan shinta sumber: www.youtube.com

Tidak ada komentar: