Rebranding


Merek (brand) memiliki peran strategis bagi produk agar dikenal luas oleh masyarakat konsumen. Merek layaknya nama yang dipunyai oleh manusia. Meski Shakespeare pernah berujar “Apa arti sebuah nama” namun nama memberikan identitas tersendiri bagi sebuah benda. Nama yang mewujud dalam sebuah bentuk merek menjadi ujung tombak bagi produk dalam memperkenalkan diri kepada konsumennya. Kesadaran konsumen terhadap suatu produk seringkali diawali terhadap kesadaran konsumen terhadap merek produk tersebut. Adanya merek menjadikan produk menjadi hidup.
Aaker dalam bukunya yang berjudul Managing Brand Equity Capitalizing on The Value of a Brand Name mendefinisikan merek sebagai nama dan / atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakan dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor. Inti dari definisi merek dari Aaker tersebut adalah merek merupakan pembeda sebuah produk. Pembeda tersebut yang kemudian dapat dijadikan stimulan tumbuhnya loyalitas dari konsumen. Dengan menggunakan merek tertentu yang memiliki pembeda tertentu pula konsumen merasa berbeda dengan konsumen lain yang tidak mengggunakan merek tertentu tersebut. Sekali lagi, merek adalah sebuah identitas, baik bagi produk maupun bagi konsumen.

Banyak produk yang dalam perjalanannya mengalami persoalan dengan identitas merek yang dimilikinya. Salah satu persoalan yang kerap melanda produsen adalah hancurnya identitas merek. Banyak faktor yang berperan dalam proses penghancuran identitas merek, misalnya: isu negatif, perilaku negatif karyawan, kualitas produk yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, dan lain-lain. Contoh mutakhir produsen yang mengalami persoalan identitas merek adalah bus Sumber Kencono dan maskapai Lion. Kedua produsen jasa transportasi ini mengalami keterpurukan identitas merek dikarenakan kualitas layanan yang mereka berikan. Bus Sumber Kencono menjadi sorotan masyarakat karena intensitas kecelakaan yang dialami oleh bus tersebut sudah sangat tinggi. Tidak heran bila kemudian masyarakat memplesetkan nama bus tersebut menjadi Sumber Bencono. Pun demikian yang terjadi dengan maskapai penerbangan Lion Air. Begitu seringnya konsumen Lion Air mengalami delay penerbangan, konsumen pun memplesetkan Lion sebagai akronim dari Late is Our Nature. Stigma negatif yang disandang oleh kedua produsen jasa transportasi tersebut tentu berdampak buruk terhadap identitas merek. Bila tidak dilakukan tindakan antisipatif maka merek kedua armada tersebut akan dapat hancur.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan produsen dalam menghadapi persoalan itu adalah dengan melakukan rebranding produk. Rebranding merupakan upaya untuk mendesain ulang atribut-atribut yang melekat pada merek. Tujuan rebranding tentu saja adalah untuk memberikan identitas baru sebuah merek. Diharapkan dengan adanya identitas baru tersebut konsumen memilliki perspektif baru pula terhadap merek yang telah direbranding.
http://www.iptrademarkattorney.com 
Banyak pilihan strategi untuk melakukan sebuah rebranding terhadap produk yang ingin merubah citra merek produk. Penggantian logo merupakan salah langkah rebranding produk yang paling banyak dilakukan oleh para produsen. Strategi rebranding dengan mengganti logo bisa jadi merupakan strategi yang cukup aman dan tidak frontal bagi produsen yang telah mapan. Apple serta Starbuck merupakan contoh produsen yang telah melakukan rebranding dengan penggantian logo, demikian pula dengan PT Pertamina. Seringkali strategi penggantian logo lebih pada upaya untuk memperkuat citra merek yang telah mapan. Selain itu, perubahan logo juga langkah produsen untuk menyesuaikan diri dengan perkembagan lingkungan. Strategi lain yang juga cukup umum dilakukan oleh produsen dalam melakukan rebranding adalah dengan merubahan tagline mereka. Strategi merubah tagline untuk rebranding ini lebih banyak adalah untuk menyesuaikan dengan visi serta misi baru produsen. Maskapai Garuda merupakan contoh produsen yang juga pernah melakukan perubahan tagline dalam memperbaiki citra merek Garuda yang pada saat itu lagi terpuruk.
Dari beberapa strategi rebranding yang ada maka perubahan nama produk menjadi sebuah strategi yang frontal dan ekstrim. Dengan melakukan perubahan nama maka produsen harus secara intensif memperkenalkan nama tersebut kepada konsumen, terutama para pelanggannya. Strategi perubahan nama cukup rentan dapat mengikis pelanggan yang telah loyal. Pelanggan “dipaksa” untuk menyesuaikan dengan nama baru yang telah diperkenalkan. Jika pelanggan tidak merasa nyaman dengan nama baru tersebut bisa jadi pelanggan akan beralih kepada merek lain. Akan tetapi di sisi lain perubahan nama dalam strategi rebranding merupakan solusi yang cukup tepat jika identitas merek yang dimiliki produk benar-benar telah hancur, seperti halnya armada Sumber Kencono.
Rebranding merupakan strategi yang mesti dilakukan oleh setiap produsen dalam upaya untuk memperkuat maupun memperbaiki mereknya. Seperti hal pikiran konsumen yang selalu ingin penyegaran maka merek pun juga memerlukan penyegaran. Pilihan-pilihan strategi rebranding tentu harus mempertimbangan tujuan dari rebranding itu sendiri.  
   



Tidak ada komentar: