Buku


Sejak diketemukannya kertas oleh Ts’ailun pada sekitar tahun 105 Masehi dunia tulis-menulis telah mengalami perkembangan yang cukup maju dan juga ilmu pengetahuan. Perkembangan tersebut semakin melaju dengan diketemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg pada sekitar tahun 1454 Masehi. Buku-buku semakin banyak diproduksi untuk menggantikan gulungan-gulungan. Ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan dengan mudah direproduksi dalam lembaran-lembaran kertas buku. Adanya buku telah membawa ilmu pengetahuan bertebaran di muka bumi. Masyarakat Asia bisa mengetahui ilmu pengetahuan masyarkat Eropa, masyarakat Eropa bisa mengetahui ilmu pengetahuan masyarkat Amerika, begitu juga sebaliknya. Adigium buku adalah jendela dunia pun menjadi tidak terbantahkan.

Mengoleksi buku seringkali selalu diawali dengan minat baca yang tinggi dari seseorang. Dari awal keinginan membaca buku maka kemudian tumbuh benih-benih untuk mengoleksi buku-buku yang menurut kita menarik. Sebelum memutuskan untuk mengoleksi suatu buku, seringkali kita dihadapkan pada setidaknya dua pilihan, yaitu membeli langsung suatu buku atau kita meminjam terlebih dahulu kepada pihak lain, apakah perpustakaan ataupun kawan-kawan kita. Pilihan pertama tidak jarang kita gunakan ketika kita telah memperoleh rekomendasi dari pihak lain yang menurut kita cukup kredibel. Pilihan pertama juga kita pergunakan ketika kita merasa tertarik dengan “nama besar” pengarangnya, sampulnya, maupun juga karena judul bukunya. Sedangkan pilihan kedua kita gunakan sebagai pengambilan keputusan untuk mengoleksi suatu buku jelas karena kita ingin tahu terlebih dahulu isi dari buku tersebut. Setiap orang tentu memiliki referensi-referensi tersendiri dalam pengambilan keputusan untuk membeli dan mengoleksi suatu buku.  Dalam memburu buku sendiri tiap-tiap orang mempunyai trik-trik sendiri, apalagi bila buku yang diburu tergolong buku yang langka. Rumah, pasar loakan, pasar buku bekas menjadi tempat tujuan yang sangat diincar para pemburu buku langka ini.
Saat ini membaca dan mengoleksi buku bukan lagi monopoli kalangan tertentu yang notabene adalah kalangan masyarakat kelas atas. Membaca dan mengoleksi buku pun dengan demikian sudah bukan kegiatan yang wah dan elit. Akan tetapi membaca dan mengoleksi buku sudah menjadi bagian dari hobi yang lumrah sebagaimana layaknya aktifitas-aktifitas hobi yang lain, baik hobi mengoleksi perangko, kartu pos, maupun yang lainnya. Walaupun beberapa buku memang memerlukan biaya yang tinggi, utamanya buku-buku langka, namun dapat dikatakan bahwa buku-buku sudah mulai banyak diakses dan dibeli oleh masyarakat luas. Sehingga hobi membaca dan mengoleksi buku pun dengan mudah dapat dilakukan oleh siapa saja. Saat ini tidak sedikit orang-orang yang telah memiliki perpustakaan sendiri di rumah atau bahkan di tempat kost. Beberapa diantaranya bahkan mungkin lebih lengkap dibandingkan perpustakaan yang dikelola secara profesional.
Toko buku-toko buku sendiri saat ini sudah begitu menggurita dimana-dimana. Tidak hanya di kota-kota yang memiliki perguruan tinggi, di desa pun sudah mulai banyak dijumpai toko buku-toko buku walaupun tidak begitu besar dan koleksi bukunya juga sangat terbatas. Perpustakaan keliling juga sudah semakin banyak ditemui di daerah-daerah terpencil. Sementara pameran-pameran buku sudah tidak lagi hanya diselenggarakan untuk menyambut tahun ajaran baru saja. Untuk beberapa kota bisa dikatakan hampir tiap bulan diadakan pameran buku, baik dalam skala kecil maupun besar.
Bermunculannya toko-toko buku dan juga makin seringnya pameran-pameran buku diselenggarakan tentu juga bisa dilihat sebagai fenomena yang menarik. Artinya, beberapa kalangan telah melihat bahwa buku telah menjadi sesuatu yang bisa mendatangkan keuntungan. Dimana, meningkatnya minat beli masyarakat terhadap buku telah mendatangkan peluang tersendiri dalam berwirausaha. Bahkan “pemain” untuk berjualan buku saat ini dapat dikatakan sudah sangat banyak. Ada yang dari kalangan yang memang serius ingin mengejar keuntungan semata, ada juga yang murni bertujuan memasyarakatkan buku, dan ada pula yang ingin mencoba menggabungkan kedua pola tersebut.
Bagi kalangan mahasiwa sendiri buku seakan telah menjadi teman yang setia dan telah menjadi kebutuhan pokok. Bahkan berwirausaha dengan berjualan buku sekan menjadi solusi yang manjur ketika terbelit masalah keuangan. Di beberapa kampus dapat dijumpai para mahasiswa yang berjualan buku dengan tempat dan alas seadanya di parkiran-parkiran kampus dan bahkan di pinggiran jalan. Kita juga bisa menjumpai mahasiswa yang dengan bondo nekat membuka usaha persewaan buku hanya untuk mencoba mengenalkan sastra-sastra lama Indonesia yang sudah mulai dilupakan. Kita pun bisa menemukan mahasiswa yang sukses membuka kedai buku dengan omzet yang cukup untuk membiayai kuliahnya. Tidak sedikit usaha perbukuan yang dilakukan baik oleh kalangan mahasiswa maupun kalangan profesional diawali dari hobi mereka mengoleksi buku..
Tentu sebuah keniscayaan bila kemudian usaha buku ini nantinya mampu menjadi sektor yang berkecambah dan berkembang secara luas. Bila demikian adanya, tidak berlebihan jika sektor usaha buku ini mampu menjadi sektor yang ikut menggerakkan perekonomian di Indonesia. Untuk mencapai tahapan tersebut tentunya bukan perkara mudah. Dimana peran tersebut bukan monopoli insan-insan yang berkecimpung di dalam usaha perbukuan an sich. Akan tetapi pemerintah sebagai regulator serta stakeholder lainnya juga berperan dalam upaya menciptakan iklim yang kondusif tersebut.
Dari kesemua hal tersebut setidaknya kita juga layak berharap bahwa perkembangan buku yang terjadi saat ini berbanding lurus dengan kemajuan ilmu pengetahuan di masyarakat Indonesia. Ramainya toko buku-toko buku, melubernya masyarakat yang datang ke pameran-pameran buku, dan juga banyaknya peminjam buku di perpustakaan-perpustakaan tentunya diharapkan bukan sebuah seremonial semata. Akan tetapi kita berharap bahwa buku telah menjadi jendela dunia bagi masyarakat Indonesia dan juga dijadikan sumber ide-ide dalam upaya mengembangkan peradaban yang lebih maju dan berbudaya.

Tidak ada komentar: