E-commerce dan Problematika Kepercayaan


E-commerce, yang tidak lain adalah aktivitas jual beli yang dilakukan melalui internet, dalam beberapa tahun terakhir mengalami lonjakan aktivitas yang luar biasa. Masyarakat seolah berbondong-bondong memanfaatkan media internet sebagai sarana untuk melakukan penjualan dan pembelian produk. Kondisi tersebut semakin merebak seiring dengan booming gadget elektronik yang memberikan fasilitas koneksi internet. Handphone adalah salah satu gadget elektronik yang mengalami ledakan produksi dan mempermudah masyarakat untuk mengakses internet.  
Bagi produsen keberadaan media internet telah memudahkan mereka untuk menjangkau konsumen secara lebih luas. Adanya media internet telah meluluhlantakkan sekat-sekat geografis yang selama ini dianggap sebagai penghambat perluasan jangkauan produsen. Kendala-kendala geografis yang antara lain meliputi sulitnya mengakses wilayah-wilayah yang belum memiliki infrastruktur memadai tentu saja mempersulit produsen untuk berinteraksi secara langsung pada pasar. Belum lagi adanya eksistensi negara pada gilirannya juga ikut menyumbang keterbatasan produsen untuk memperluas pangsa pasar dalam konteks adanya sekat geografis. Persoalan geografis selain menyulitkan produsen dalam kaitannya dengan keterjangkauan juga berdampak pada sisi biaya.

Sementara bagi konsumen fenomena e-commerce memberikan banyak referensi untuk melakukan pembelian tanpa harus mengeluarkan ongkos transportasi untuk berkunjung ke gerai produk. Gerai produk dalam wujud bangunan fisik, baik toko, minimarket, mall, telah bermetamorfosis menjadi gerai produk maya. Masyarakat konsumen seakan cukup dengan duduk di kamar dapat memilih-milih produk yang menarik di berbagai gerai produk maya tersebut. Tidak hanya itu, mereka juga tidak dibatasi untuk memilih produk-produk lokal semata tetapi juga dapat melihat produk dari luar negeri. Singkatnya, hanya dengan sekali klik konsumen dapat memperoleh informasi yang memadai tentang sebuah produk. Cukup dengan satu klik pula produk yang telah dibeli telah sampai di depan pintu rumah. Sebegitu mudahnya ecommerce melayani masyarakat konsumen.
Saat ini sepak terjang ecommerce semakin dikuatkan dengan adanya fenomena media sosial. Media sosial tidak lain adalah derivasi dari perkembangan teknologi internet. Produsen tidak lagi harus menggunakan web berbayar dengan kualitas desain yang menawan. Bahkan dengan adanya media sosial ini siapapun yang ingin menjual barang dapat menawarkannya melalui internet. Seorang mahasiswa yang ingin menjual buku-buku bekas kuliahnya pun dapat dengan gampang menjual buku-bukunya melalui internet. Perusahaan-perusahaan yang mapan bukan lagi pemain tunggal dalam jagad ecommerce. Facebook, twitter, maupun blog menjadi media di internet yang saat ini banyak digemari para produsen di dunia maya.
Namun ditengah maraknya penggunaan ecommerce sebagai media jual beli di dunia maya nampaknya tidak semua konsumen merasa nyaman dan percaya dengan konsep e-commerce ini. Tidak sedikit konsumen yang menganggap bahwa konsep e-commerce rawan dengan penipuan. Hal tersebut dilatarbelakangi maraknya kasus-kasus penipuan yang dialami oleh konsumen dengan modus jual beli melalui ecommerce.
Diantara kasus penipuan yang bermodus jual beli melalui internet tersebut dapat dikatakan media sosial, baik facebook, twitter, maupun yang lainnya, menjadi media yang banyak dimanfaatkan produsen gadungan untuk menipu konsumen. Lemahnya proses verifikasi menjadi celah bagi produsen gadungan untuk menjalankan aksinya. Disamping itu, konsep ecommerce yang ditawarkan oleh media sosial internet lebih pada pendekatan kepercayaan (trust). Artinya, sejauhmana konsumen mempercayai produsen menjadi titik tolak berjalannya transaksi jual beli diantara mereka. Hal tersebut dapat dilihat dari proses jual beli yang dijalankan melalui media sosial tersebut. Aturan main yang banyak digunakan oleh produsen di media sosial internet adalah konsumen harus mentransfer terlebih dahulu sejumlah uang yang senilai dengan harga produk yang akan dibeli ditambah dengan ongkos kirim. Aturan main ini yang kemudian menjadi “pertaruhan” bagi konsumen, apakah percaya terhadap produsen atau tidak. Tidak sedikit konsumen yang terjerembab dalam aturan main ini sehingga jatuh dalam skandal penipuan. Uang melayang barang tak terbeli.
Aturan main pembeli harus transfer terlebih dahulu pada dasarnya juga menjadi “pertaruhan” bagi produsen untuk menjalin kepercayaan kepada konsumen dikemudian hari. Ketika produsen mampu melewati “ujian” ini maka selanjutnya akan memudahkannya dalam menjaring pasar secara lebih luas. Pada sisi lain, ada banyak strategi yang dikembangkan oleh produsen agar dengan aturan main tersebut konsumen tetap merasa nyaman untuk berbelanja. Salah satu strategi untuk membangun kepercayaan konsumen yang dijalankan oleh produsen adalah dengan menggunakan testimoni para pembeli yang telah berbelanja di situs produsen tersebut. Selama testimoni, baik berupa pujian maupun rekomendasi, menjadi strategi yang banyak digunakan dan dianggap ampuh oleh produsen ecommerce untuk meraup kepercayaan konsumen di dunia maya. Melalui testimoni ini konsumen diharapkan dapat melakukan verifikasi terhadap keberadaan produsen.
Strategi lain yang juga banyak digunakan produsen untuk memperoleh kepercayaan dari konsumen adalah dengan memajang bukti pengiriman barang (resi) yang telah dilakukan oleh produsen. Melalui resi ini produsen ingin menunjukkan kepada konsumen bahwa mereka telah dipercaya oleh konsumen lain dan juga barang-barang yang mereka jual memang tersedia. Semakin berkembangnya jasa-jasa pengiriman yang berbasis sistem informasi pengiriman maka konsumen juga lebih mudah untuk memantau “perjalanan” barangnya dengan melihatnya di situs milik jasa pengiriman yang dipakai oleh produsen. Cukup dengan meminta nomor resi kepada produsen dan kemudian memasukkan data nomor resi di situs jasa pengirimannya maka konsumen dapat melakukan pemantauan tersebut.
Maraknya ecommerce pada gilirannya tidak dapat berdiri sendiri akan tetapi mensyaratkan terciptanya kepercayaan diantara produsen dan konsumen. Masa depan ecommerce dapat dikatakan digantungkan pada nilai kepercayaan yang tertanam disitu. Sejauh kepercayaan tetap terjaga maka dunia maya akan semakin ramai dengan riuhnya konsumen yang berselancar dari gerai ke gerai. Dunia maya juga akan semakin ramai denga kegaduhan yang diciptakan oleh konsumen yang saling bergunjing sekaligus memberikan testimoni akan sebuah produk. Uniknya, kesemuanya dilakukan hanya dari sebuah kamar. Ini bukan lagi apa yang disebut sebagai global village akan tetapi ini adalah global room.

Tidak ada komentar: