Insentif Tukang Potong Rambut pada Pemerintah

Aktivitas potong rambut biasa saya lakukan setidaknya dua bulan sekali. Karena telah lama tinggal di Malang maka saya memiliki langganan tukang potong rambut. Tempatnya tidak jauh dari kontrakan pada waktu saya kuliah dulu. Ruangan tempat potong rambut tidak seperti halnya salon yang menyediakan aneka jasa kecantikan. Tempatnya hanya berukuran sekitar 3x2 m saja. Kursi antriannya pun hanya cukup muat untuk empat sampai lima orang.  Pemilik usaha potong rambut yang sekaligus juga sebagai pemotong rambut ini usia masih muda, mungkin sekitar 35-an tahun.

Meski sibuk memotong rambut saya, mas tukang potong rambut ini tetap asyik untuk diajak ngobrol. Obrolan “ngalor-ngidul” pun mewarnai kegiatan potong rambut saya yang tidak lebih dari 30 menit. Meskipun singkat namun tema obrolan cukup beragam. Mulai dari persoalan keluarganya, pendapatannya, suka duka menjadi tukang potong rambut hingga keinginan-keinginannya yang tertunda.
Salah satu tema yang cukup menarik adalah usaha potong rambutnya yang dijadikan tempat magang. Tukang potong rambut langganan saya ini memang sudah cukup sering dijadikan tempat magang kerja, baik oleh kawannya maupun tetangganya. Tentunya mereka yang magang ini berkeinginan memiliki ketrampilan memotong rambut. Lamanya magang ini menurut tukang potong rambut ini bisa bervariasi, tergantung kecepatan si pemagang dalam menguasai ketrampilan memotong. Meski sifatnya magang ternyata menurut pemiliki usaha potong rambut tersebut si pemagang juga memperoleh bagi hasil dari usaha potong rambut tersebut. Harapannya setelah memiliki ketrampilan yang memadai si pemagang bisa membuka usaha potong rambut sendiri dengan modal yang diperoleh dari bagi hasil tersebut.
Menurut pemilik usaha potong rambut tersebut dalam satu hari setidaknya dia bisa memotong rambut hingga 20 orang., bahkan kalau hari sabtu atau minggu bisa lebih dari itu. Dengan ongkos potong rambut per orang sebesar 7000 rupiah maka kita bisa menghitung berapa pendapatan rata-rata tukang potong rambut ini per bulannya. Dari usaha potong rambut tersebut setidaknya dia sudah bisa membeli rumah maupun sepeda motor. Melihatnya cukup prospektifnya usaha potong rambut tersebut pada akhirnya dia menawari beberapa kawan maupun tetangganya untuk mengikuti jejaknya. Bahkan beberapa diantaranya tanpa ditawari tiba-tiba ingin magang menjadi tukang potong rambut di tempatnya.
Di tengah-tengah gencarnya pemerintah menyuarakan program-program pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran maka apa yang telah dilakukan oleh tukang potong rambut ini adalah sebuah wujud insentifnya kepada pemerintah. Tukang potong rambut yang usahanya tidak memiliki keterkaitan apapun dengan program-program pemerintah tersebut tanpa disadarinya telah ikut membantu pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran meski dalam skala yang kecil. Lewat “program magang” yang telah dilakukannya tukang potong rambut ini memberikan “kail” kepada orang-orang yang magang kepadanya, dan bukannya “ikan” seperti halnya program BLT.
Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/group/wirausaha/2010/08/07/insentif-tukang-potong-rambut-pada-pemerintah/

1 komentar:

Nico Andrianto mengatakan...

Artikel yang menarik, Mas Yusuf. Seperti membalik perspektif keperkasaan pemerintah dihadapan rakyatnya yang kecil.

Salam,

Nico