Iklan dan Kesadaran Merek


Salah satu media yang dianggap efektif untuk mempromosikan sebuah produk adalah iklan. Philip Kotler mendefinisikan iklan sebagai segala bentuk penyajian dan promosi ide, barang, atau jasa. Beriklan seakan menjadi sebuah kewajiban bagi produsen agar produknya dikenal oleh konsumen. Menurut Philip Kotler ada tiga kategori iklan yang itu menyesuaikan dengan tujuan sebuah iklan dibuat, yakni:
  1. Periklanan informatif, diadakan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk, tujuannya adalah membentuk permintaan pertama.
  2. Periklanan persuasif, diadakan dalam tahap persaingan, tujuannya adalah membentuk permintaan selektif atas suatu merek tertentu.
  3. Periklanan pengingat, diadakan oleh produk-produk yang sudah mapan.


Merek Paling Favorit Pengguna Internet Indonesia

Majalah Marketeers baru-baru ini telah merilis 45 merek paling favorit pengguna internet di Indonesia. Merek-merek tersebut mewakili dari masing-masing kategori produk yang selama ini lekat dengan aktivitas pengguna internet sebagai konsumen. Dalam konteks kesadaran merek maka merek paling favorit menjadi salah satu indikasi bahwa merek tersebut merupakan top of mind dari konsumen atas sebuah produk tertentu. Berikut ini 45 kategori produk beserta merek produknya yang paling menjadi pilihan pengguna internet di Indonesia.

Inovasi dan Loyalitas Merek

www.sxc.hu

Perkembangan teknologi informasi dalam satu dekade belakang ini benar-benar luar biasa. Bisa jadi tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh siapapun bahwa perkembangan teknologi informasi akan berkembang secepat saat ini. Bahkan kecepatannya perkembangannya, meminjam istilah kecepatan pesawat terbang, seolah melebihi kecepatan suara. Internet, komputer, maupun handphone adalah salah satu derivasi teknologi informasi yang perkembangannya mengalami percepatan yang sangat pesat. Konsep daya saing berbasis pada continuous improvement telah berjalan dengan sangat ekseleratif. Hal tersebut menunjukkan bahwa inovasi mampu diterapkan secara optimal. Dampak dari dinamisnya inovasi dalam teknologi tersebut menjadikan produk-produk tersebut daur hidupnya berjalan dengan sangat cepat dan singkat. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap beberapa bulan sekali, dan bahkan tiap satu bulan, bermunculan inovasi-inovasi baru dalam produk-produk teknologi informasi tersebut. Pada perkembangannya inovasi-inovasi tersebut berpotensi “mengancam” konsep loyalitas merek pada konsumen.

Mbah Maridjan dan Kekuatan Mereknya

Mbah Maridjan telah gugur dalam tugas mengemban amanah sebagai juru kunci (kuncen) Gunung Merapi. Mbah Maridjan ditemukan meninggal dalam posisi bersujud di salah satu ruang di rumahnya dalam peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010 lalu. Seperti halnya pada letusan Merapi pada tahun 2006 lalu, Mbah Maridjan menolak untuk turun gunung meski kali ini Mbah Maridjan harus menjadi salah satu korban keganasan wedus gembel. Pro dan kontra mengiringi kepergian Mbah Maridjan terkait dengan sikapnya yang keras kepala untuk tetap berdiam di rumahnya meski pihak PVMBG telah menetapkan Merapi dalam status awas. Pihak yang pro menganggap sikap Mbah Maridjan tersebut sebagi wujud kesetiaan pada amanah. Di sisi lain, pihak yang kontra mengganggap sikap Mbah Maridjan untuk bersikeras tinggal merupakan sikap konyol. Tetapi itulah Mbah Maridjan, seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta yang memaknai amanah sebagai tanggung jawab yang harus dijalankan meski nyawa menjadi “tumbalnya.”

Lebaran dan Perlindungan Konsumen

Lemahnya keawasan masyarakat sebagai konsumen dalam memilih produk yang akan mereka beli tidak jarang dimanfaatkan oleh produsen untuk berlaku curang. Banyak cara yang ditempuh para produsen untuk bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan tersebut. Mulai dari tidak segera ditariknya produk-produk yang cacat maupun yang sudah mulai kadaluarsa hingga tidak memberikan informasi komposisi bahan produknya. Tentu kesemuanya dipraktekkan para produsen dalam rangka menangguk keuntungan yang berlimpah. Dan celakanya perilaku tersebut dipraktekkan dengan mengabaikan hak konsumen yang dalam hal-hal tertentu bahkan hingga membahayakan keselamatan konsumen. Realitas yang seringkali terjadi ini membersitkan sebuah kondisi bahwa hubungan antara produsen dengan konsumen selama ini memang tidak berjalan secara simetris. Selalu saja konsumen menjadi pihak yang tercederai hak-haknya sementara produsen tetap melenggang kangkung dengan keuntungan yang diraihnya. Pada titik ini adigium konsumen adalah raja hanya menjadi lipservice semata bagi produsen untuk mengelabui konsumen. Sebaliknya, produsen justru menjadi layaknya raja yang tidak terbantahkan titahnya (baca tindakannya) dan konsumen menjadi abdi raja yang tidak bisa berbuat apa-apa. Keluhan-keluhan konsumen pun kemudian hanya dianggap angin lalu. Atau kalau tidak begitu, produsen balik menyalahkan konsumen yang dianggapnya tidak awas terhadap produk yang mereka beli.